Mengenal Tradisi Patekoan, Bagikan 8 Teko Teh secara Gratis

16 Februari 2018 10:18 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tradisi Patekoan. (Foto: Safira Maharani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tradisi Patekoan. (Foto: Safira Maharani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Bagi masyarakat Tionghoa, teh menjadi salah satu minuman favorit yang umum diminum sehari-hari. Ada banyak pilihan jenis teh yang sering dikonsumsi, mulai dari teh melati, Oolong, Black Tea, hingga teh hijau yang umumnya disajikan dengan cara diseduh tanpa gula atau pemanis.
ADVERTISEMENT
Kebiasaan mengkonsumsi teh ini bahkan sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Tionghoa. Di Indonesia sendiri, terdapat satu tradisi unik dalam menikmati teh yang masih dipertahankan oleh masyarakat Tionghoa hingga saat ini.
Adalah Patekoan, tradisi membagikan delapan teko teh secara gratis kepada setiap orang yang melewatinya. Tradisi ini pertama kali diperkenalkan oleh Kapiten Gan Djie dan istrinya.
Tradisi Patekoan. (Foto: Safira Maharani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tradisi Patekoan. (Foto: Safira Maharani/kumparan)
Kebaikan hati mereka dalam menyediakan teko teh di depan kantor bagi para pekerja maupun pesepeda sudah menjadi cerita yang melegenda di kawasan Glodok, Kota Tua Jakarta.
Patekoan sejatinya berasal dari kata pat, yang berarti delapan dalam bahasa Mandarin dan teko yang memiliki arti delapan teko. Nama inilah yang kemudian dijadikan sebagai nama lokasi di sana.
ADVERTISEMENT
Kini, tradisi Patekoan bisa kamu rasakan di salah satu kedai teh di kawasan Glodok, tepatnya di Pantjoran Tea House. Dengan menempatkan meja berisi delapan teko teh dan beberapa cangkir, tradisi ini diharapkan dapat memunculkan semangat kebersamaan dalam perbedaan.
Ada arti di balik delapan teko yang disajikan dalam tradisi tersebut. Delapan teko dipercaya dapat membawa kebaikan.
Tradisi Patekoan. (Foto: Safira Maharani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tradisi Patekoan. (Foto: Safira Maharani/kumparan)
Tradisi patekoan yang sekarang dihidupkan kembali di Glodok ini bisa dinikmati dari pukul 8 pagi hingga 7 malam. Selain itu, teko yang sudah kosong juga bisa diisi ulang dengan teh yang ingin kamu nikmati. Varian rasa teh yang disajikan terbagi menjadi dua jenis, yaitu tawar dan manis.
Jika kamu sedang berjalan-jalan di kawasan Glodok, tepatnya di Jalan Pintu Besar Selatan, maka tak ada salahnya untuk mencoba tradisi yang satu ini, bukan?
ADVERTISEMENT